Barangsiapa hari ini lebih baik dari hari kemarin, maka ia beruntung.
Barangsiapa hari ini sama dengan hari kemarin, ia rugi.
Barangsiapa hari ini lebih buruk dari hari kemarin, maka ia celaka.
Sesungguhnya setiap manusia merugi kecuali orang-orang yang memanfatkan waktunya untuk hal-hal yang bermanfaat. Orang merugi bisa dilihat dari bagaimana perilakunya ketika ia naik kedudukan duniawinya. Di dalam ajaran Islam, yang penting itu percepatan, bukan kecepatan. Bedanya, kecepatan itu konstan, percepatan itu perubahan kecepatan per satuan waktu. Seperti balap mobil. Satu mobil tetap dalam kecepatan sekian, sedangkan yang lainnya bertahap kecepatan hingga meninggi. Mobil kedua ini tentunya yang akan menang.
Kita banyak sekali melakukan kelalaian yang haru kita taubati. Taubatnya kita dibuktikan dengan mengisi sisa waktu kita dengan yang bermanfaat sebaik-baiknya, dan mengajak orang lain untuk menjalankan kebaikan ini.
Waktu itu amat menghakimi diri kita. Bila waktu kita isi sia-sia, maka kita akan menjadi orang sia-sia. Apabila kita isi dengan perbuatan buruk, maka kita harus siap menanggung perbuatan buruk kita, kecuali dihapus dengan bertaubat.
Waktu itu sama bagi siapa pun, di mana pun, sehari semalam sebanyak 24 jam. Akan tapi mengapa dalam sehari orang ada yang bisa mengurus perusahaan besar, misalnya, tapi ada juga orang yang tidak bisa mengurus dirinya pun. Tidak boleh menyalahkan waktu, pasti kita tidak serius mengaturnya. Pasti tidak serius menggunakan waktu seefektif dan seefisiennya, sehingga Rasulullah Saw pun mengingatkan bahwa ada dua nikmat yang kebanyakan manusia terlena, yakni nikmat kesehatan dan waktu luang.
Sesungguhnya Allah SWT sudah menyiapkan waktu kepada kita umat manusia sama jumlahnya. Bagaimana rahasianya manusia bisa menjalankan percepatan? Segala sesuatu jalannya sering ditentukan pada target yang hendak dicapai. Misalnya, orang yang tidak memiliki target hapalan juz’amma, maka tidak akan tercapai-capai sampai kapan pun hapal juz 30-nya. Kalau tidak bisa menargetkan yang demikian tinggi, kita harus bisa mengukur kemampuan diri atau memakai sistem pentahapan. Misal lain, target terpenting dalam hidup ini menjadi orang yang bertakwa (ahli takwa). Jangan sampai mati kecuali dalam keadaan beriman. Dengan target seperti itu ia akan memanfaatkan waktu seoptimalnya. Perintah dan larangan Allah Swt demikian dijaga. Dan dilakukan pentargetan tahapan, seperti ibadah harian yang ditentukan percepatannya, sehingga makin bertambah amal-amalnya.
Orang-orang yang menjadikan kematian sebagai salah satu target, maka ia akan meningkat percepatannya. Percepatan yang sangat penting adalah apakah dalam waktu yang sama menambah hebatnya amal, walaupun tidak dipungkiri tiap kita berbeda-beda kemampuannya.
Perlu kita mencontoh bagaimana manfaat sinar matahari. Supaya rumah ini terang, kita harus mempunyai keinginan membuka jendela dan garden-garden. Allah sangat luas memberikan hidayah dan karunianya, hanya kitanya sendiri yang tidak membuka diri. Tidak ada ketenangan kecuali dengan hati yang bersih. Tidak ada amal yang diterima kecuali dengan hati yang bersih. Makanan ada tapi mangkok kotor, apakah yang dipikirkan, makanan atau mangkok? Yang paling penting dari percepatan itu apa pun adalah kebersihan hati.
Kebersihan bisa dikeruk dan jangan sampai ditahan. Kalau sudah makin bersih akan banyak yang ditampakkan dari rahasia kehidupan ini, seperti lalu lintas rejeki, kesalahan-kesalahan diri, dan sebagainya. Tidak ada yang menghalangi pertolongan Allah, kecuali oleh dosa-dosa kita. Di antara ibadah yang efektif pula dapat membersihkan hati adalah dengan sholat.
Ibarat dengan orang yang memiliki penyakit menular, maka kita pun akan takut tertular. Seperti itulah kalau kita bergaul dengan orang yang bisa menularkan sikap buruk. Dan tiada satu pun perbuatan yang menimpa kecuali dari perbuatan kita sendiri.
sumber : eramuslim.com