Seorang tukang kayu tua bermaksud pensiun dari pekerjaannya di
sebuah perusahaan konstruksi real estate. Ia menyampaikan
keinginannya tersebut pada pemilik perusahaan.Ia ingin beristirahat dan
menikmati sisa hari tuanya dengan penuh kedamaian bersama istri
dan keluarganya.
Pemilik perusahaan merasa sedih kehilangan salah seorang pekerja
terbaiknya. Ia lalu memohon pada tukang kayu tersebut untuk
membuatkan sebuah rumah untuk dirinya.
Tukang kayu mengangguk menyetujui permohonan pribadi pemilik
perusahaan itu. Tapi, sebenarnya ia merasa terpaksa. Ia ingin segera
berhenti. Hatinya tidak sepenuhnya dicurahkan. Dengan ogah-ogahan
ia mengerjakan proyek itu. Ia cuma menggunakan bahan-bahan
sekedarnya. Akhirnya selesailah rumah yang diminta. Hasilnya bukanlah
sebuah rumah baik. Sungguh sayang ia harus mengakhiri kariernya
dengan prestasi yang tidak begitu mengagumkan.
Ketika pemilik perusahaan itu datang melihat rumah yang dimintanya,
ia menyerahkan sebuah kunci rumah pada si tukang kayu. "Ini adalah
rumahmu, " katanya, "hadiah dari kami."
Betapa terkejutnya si tukang kayu. Betapa malu dan menyesalnya.
Seandainya saja ia mengetahui bahwa ia sesungguhnya mengerjakan
rumah untuk dirinya sendiri, ia tentu akan mengerjakannya dengan
cara yang lain sama sekali. Kini ia harus tinggal di sebuah rumah
yang tak terlalu bagus hasil karyanya sendiri.
Renungkan bahwa kita adalah si tukang kayu. Renungkan rumah yang
sedang kita bangun. Setiap hari kita memukul paku, memasang papan,
mendirikan dinding dan atap. Mari kita selesaikan rumah kita dengan
sebaik-baiknya seolah-olah hanya mengerjakannya sekali saja dalam
seumur hidup. Biarpun kita hanya hidup satu hari, maka dalam satu
hari itu kita pantas untuk hidup penuh keagungan kerena
Hari perhitungan adalah milik ALLOH SWT.
0 komentar:
Post a Comment